Demonstrasi yang berujung anarkis, dinilai masih menjadi momok menakutkan bagi investor untuk menanamkan modalnya di Sulsel. Oleh karena itu, hal ini menjadi ‘pekerjaan rumah’ bagi stakeholder di 2011.
MENJELANG pergantian tahun, lima tokoh penting di Sulsel duduk dalam satu meja. Kelimanya terlibat dalam pembicaraan yang urgen, menatap peluang investasi dan ekonomi Sulsel di tahun 2011. Mereka, masing-masing Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, Kapolda Sulselbar Irjen Pol Johny Wainal Usman, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sulsel Zulkarnaen Arif, Pimpinan Bank Indonesia (BI) Makassar Lambok Antonius Siahaan, dan Rektor UNM Prof Dr Arismunandar.
Pada diskusi akhir tahun yang diselenggarakan salah satu harian terbitan Makassar tersebut, Kamis 30 Desember 2010 lalu, di Warkop 76, kelimanya kompak menilai, demonstrasi yang berujung anarkis, yang belakangan ini identik dengan citra Kota Makassar, menjadi salah satu momok bagi calon investor sebelum menanamkan modal di Sulsel.
Rektor UNM, Prof Dr Arismunandar yang tampil sebagai salah satu pembicara pada kesempatan itu, tak memungkiri keterlibatan sejumlah oknum mahasiswanya yang terlibat dalam aksi demo anarkis. Menurutnya, mengurusi sekitar 22 ribu mahasiswa di lembaga pencetak calon guru itu, memang bukan pekerjaan mudah. Tetapi, bukan berarti pihaknya lepas tangan.
Sebagai salah satu ‘biang keladi’ aksi demo anarkis, berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak UNM untuk meminimalisir oknum-oknum mahasiswa yang terlibat demo anarkis. Salah satunya adalah dengan membuka lebih banyak ruang-ruang kreatifitas bagi mahasiswa, termasuk pengembangan program kewirausahaan. Menurut Arismunandar, saat ini pihak UNM telah mengembangkan beberapa program kewirausahaan di kalangan mahasiswa. Antara lain usaha minimarket, jasa pengetikan, fotocopy, cafĂ© dan hotel, serta left-left industry lainnya sebagai wadah kreatifitas mahasiswa.
“Jadi, kalau mau merasakan hotel dengan pelayanan mahasiswa, silakan berkunjung ke hotel kami,” seloroh Arismunandar, yang disambut tawa hadirin.
Kendalanya, kata dia, adalah permodalan yang terbatas. Sehingga, harap Arismunandar, Bank Indonesia (BI) dalam hal ini mau bekerjasama dengan memberikan bantuan permodalan bagi mahasiswa. “Dengan demikian, jiwa kewirausahaan ini bisa tertular bagi oknum-oknum mahasiswa yang terlibat demo anarkis,” ungkapnya.
Sementara itu, Pimpinan Bank Indonesia, Lambok Antonius Siahaan, menuturkan, dalam menangani demo anarkis yang kerap dilakukan mahasiswa, memerlukan penanganan secara multidimensi oleh semua stakeholder.
“Pihak yang berkepentingan harus bisa menyamakan persepsi. Ada apa di balik aksi anarkis tersebut? Jika kita sudah menyamakan persepsi tentang itu, tinggal bagaimana kita mengambil peran masing-masing untuk mengatasinya,” ujar Lambok.
Narasumber lain, Kapolda Sulselbar Irjen Pol Johny Wainal Usman, menegaskan, iklim investasi pada suatu daerah sangat bergantung pada keamanan. Dia mencontohkan, kisruh Pilkada yang berbuntut panjang di beberapa kabupaten dan kota di Sulsel berdampak pada rendahnya minat investor tersebut berinvestasi.
“Selain khawatir masalah keamanan, kekosongan pada pucuk pimpinan pemerintahan kabupaten dan kota membuat mereka (investor) berpikir dua kali,” katanya.
Padahal, kata Johny, kehadiran investor pada suatu daerah tentu akan membuka lapangan kerja baru sehingga mampu meminimalisir tingginya tingkat kriminalitas. “Kemiskinan, keterbelakangan dan pengangguran merupakan faktor-faktor pemicu tingginya tingkat kriminalitas pada suatu daerah. Nah, dengan adanya lapangan kerja baru dan kesibukan yang dimiliki, maka warga tak lagi berpikir untuk melakukan tindakan-tindakan kriminalitas,” tegas Johny.
Ketua Kadin Sulsel, Zulkarnaen Arif, juga berpandangan sama. Tetapi, menurutnya, maraknya aksi demo anarkis juga disebabkan oleh adanya kebuntuan antara pihak mahasiswa dan pihak terkait dalam menyelesaikan suatu masalah.
“Masalah demo anarkis merupakan PR (pekerjaan rumah) kita bersama di 2011. Oleh karena itu, sebaiknya kita sering-sering duduk bersama untuk membicarakan masalah yang dihadapi di Sulsel. Mencari solusi memecah kebuntuan tersebut,” harapnya.
Dikatakan Zulkarnaen, saat ini terdapat sekitar 45 ribu pengangguran intelektual di Sulsel yang berdampak pada kondisi perekonomian Sulsel lima tahun ke depan. Sementara setiap tahun, hanya 20 sampai 30 persen alumni perguruan tinggi yang diserap sebagai tenaga kerja. Di samping itu, lanjut dia, sekitar 462 ribu hektar lahan di Sulsel yang masuk kategori tidak produktif.
“Inilah yang perlu kita perhatikan bersama. Ke depan, Kadin Sulsel akan fokus pada pengembangan kewirausahaan di kabupaten dan kota dengan melibatkan 30 persen pengusaha lokal,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, juga menyayangkan maraknya aksi-aksi demo yang berujung anarkis. Ia menilai, masyarakat kerap terjebak pada isu-isu kecil yang kemudian membesar hingga menjadi pembahasan berbulan-bulan.
“Saat orang ramai-ramai bicara soal Gayus, masyarakat kita pun latah membahas soal Gayus. Saat timnas diunggulkan menjuarai Piala AFF 2010, masyarakat kita pun dilanda euforia berlebihan. Oleh karena itu, di tahun 2011 ini marilah kita lebih cermat melihat isu-isu yang berkembang. Tidak terjebak dan malah berujung anarkis,” pungkas Syahrul. [Adi Pallawalino /Foto: terpaksarajin.blogspot.com]